KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS KROMATOGRAFI
PERCOBAAN II
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS



 



                                                                                      
NAMA                :  Muhammad Aminuddin
NIM                    :  J0B11321
KELOMPOK    :  IV (EMPAT)
ASISTEN           :  Lulu Mukhoiyaroh






PROGRAM STUDI DIII ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2014


PERCOBAAN  II
KROMATOGRAFI  LAPIS TIPIS

I.             TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memisahkan dan menentukan pigmen dalam berbagai sampel daun dengan kromatografi lapis tipis.

II.          TINJAUAN PUSTAKA
            Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit,baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas (Anwar, 1996).
             KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi – pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar  (Day & Underwood, 1997).
            Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Silika gel (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Pelaksanaan ini biasanya dalam pemisahan warna yang merupakan gabungan dari beberapa zat pewarna atau pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning Pelaksanaan kromatografi biasanya digunakan dalam pemisahan pewarna yang merupakan sebuah campuran dari beberapa zat pewarna. Contoh pelaksanaan kromatografi lapis tipis yaitu sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan (Sudjadi, 1988).
            Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatografi dibentuk. Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna. Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam (Sudjadi, 1988).
            Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung sebagai berikut yaitu  nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi jarak yang ditempuh oleh pelarut Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk komponen berwarna merah menjadi nilai Rf yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh, nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat perubahan suhu, komposisi pelarut dan sebagainya, nilai tersebut akan berubah (Day & Underwood, 1997).
             mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat pada sampel yangakan di uji, misalkan campuran asam amino yang ingin diketahui senyawanya, dengan  cara menotolkan setetes campuran yang ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan yang sduah ditotolkan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Pada campuran adalah M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5. Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya. Didapatkan campuran mengandung asam amino 1, 4 dan 5. Ditandai  dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan lingkari daerah bercak-bercak itu (Sudjadi, 1988).

III.   ALAT DAN BAHAN
A.    Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini gelas piala, kertas Whatman No. 42, lampu uv, neraca analitik, oven, penggaris, pensil, pipa kapiler, ruang pengembang, gelas ukur.
B.     Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aseton, diklrorometana, etil asetat, metanol, n-heksana dan daun sampel.

IV.   PROSEDUR KERJA
A.    Persiapan Sampel
1.   Mengering-anginkan sampel daun segar sebanyak 20 gram dan  dihaluskan.
2.   Menyiapkan 4 buah gelas, masukkan masing-masing 5 gram sampel daun yang sudah dihaluskan. Maserasi masing-masing gelas dengan pelarut n-heksana, diklorometana, etil asetat dan methanol, diamkan selama 24 jam, kemudian saring dengan kertas whatman No.42 (keringkan dan timbang filtrat yang diperoleh untuk percobaan III)
B.  Pemisahan Komponen-Komponen dalam Sampel Daun
1.   Menyiapkan plat KLT dengan ukuran 5x5 cm, kemudian tarik batas atas 1 cm dan batas bawah 1 cm pada plat dengan pensil. Ditotolkan filtrat pada garis batas bawah plat KLT.
2.   Menyiapkan pengembang campuran n-heksan : aseton (7 : 3) hingga jenuh. Dimasukan plat KLT tersebut kedalam bejana pengembang dan biarkan beberapa lama hingga fase gerak mencapai batas atas plat. Angkat plat, dan kering-anginkan.
3.   Melihat plat dibawah lampu UV dan semprot dengan larutan serium sulfat. Tentukan harga Rf dari masing – masing noda dan bandingkan dengan nilai Rf pada tabel.


V.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil dan Perhitungan
1.   Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Dibawah Lampu UV
No
Pelarut Sampel
Gambar
Jarak Noda
1
Metanol
1,7 cm
2
Etil Asetat
4,1 cm
3
Diklorometana
3,7 cm
4
N-heksan
 Tidak ada

2.      Perhitungan
Diketahui  :  Jarak pelarut 6,5cm
Ditanya     :  Jarak komponen ?
Jawab :
A.    Daun rambutan dan pelarut metanol pada gelombang 254 nm
                  Rf1 : 1,7 / 6,5 = 0,26 cm     
B.     Daun rambutan dan pelarut etil asetat pada gelombang 254 nm
Rf1 : 4,1 / 6,5 = 0,63 cm     
C.     Daun rambutan dan pelarut diklorometana pada gelombang 254 nm
Rf1 : 3,7 / 6,5 = 0,56 cm     
D.    Daun rambutan dan pelarut n-heksan pada gelombang 254 nm
      (Tidak ada hasil)
  B.  PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan zat berdasarkan kepolarannya, prinsipnya ada dua yakni partisi dan absorbsi. Bila fase diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan (adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini disebut kromatografi pembagian (partition chromatography). Metodenya ada dua fase gerak (pelarutnya) dan fase diam (sampelnya). Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Metode KLT memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungannya, waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama dan jumlah sampel yang digunakan sedikit (2−20 μg). Adapun kerugiannya adalah tidak efektif dalam skala besar. Pemakaian dalam skala besar akan menghabiskan plat KLT yang lebih banyak sehingga biaya analisis pun akan semakin meningkat. Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. 
Pelarut metanol, etil asetat, n-heksana, dan diklorometana merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Digunakan UV 254,karena pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Fase diam pada percobaan ini adalah lapisan pelarut yang teradsorbsi pada permukaan adsorben berupa lapisan tipis (thin layer) dan fase geraknya adalah bagian dari pelarut yang berfungsi menggerakkan eluen berupa n-heksana dan aseton (7 : 3).
Sampel yang sudah dihaluskan, dikering anginkan dan ditimbang sebanyak 20 gram, dimasukan kedalam 4 botol vial dengan berat masing-masing sampel 5 gram, kemudian ditambahkan satu pelarut sacara berurutan yaitu, gelas pertama dengan pelarut metanol, gelas kedua dengan pelarut etil asetat, gelas ketiga dengan pelarut diklorometana dan yang terakhir dengan pelarut n-heksan secukupnya sampai sampel terendam dalam gelas, penambahan pelarut ini bertujuan untuk dimaserasi selama 24 jam, pelarut ini digunakan dengaan tujuan agar dapat mengekstrak klorofil daun karena pelarut dan ekstrak bersifat polar, sehingga sampel dapat diekstrak. Maserasi merupakan salah satu teknik pembuatan preparat yang digunakan untuk melihat kenampakan sel secara utuh. Prinsip kerja dari teknik pembuatan ini adalah dengan cara memutuskan lamella tengah dari sel tumbuhan. Pemutusan lamella tengah bertujuan memisahkan bagian sel dengan sel lainnya sehingga sel bisa dilihat secara satuan utuh dan maserasi ini bertujuan untuk mempermudah memperoleh ekstrak dari daun kersen. Hasil disaring dan diambil filtratnya.
          Plat KLT kemudian disiapkan dengan ukuran 5 x 5 cm dan tarik batas kira-kira 1 cm dari batas atas dan batas bawah plat dengan menggunakan pensil. Dilanjutkan pada pemisahan komponen sampel dengan melakukan penotolan dengan filtrat pada garis bawah plat KLT. Disiapkan pengembang campuran n-heksana : aseton (7 : 3) hingga jenuh. Perbandingan ini dimaksudkan agar larutan pengembang yang bersifat polar dapat dengan cepat merambat naik ke bagian atas silika gel. Dimasukkan plat, dibiarkan hingga fasa gerak mencapai batas atas plat. Dilihat bercak noda yang ada dibawah sinar UV. Alasan digunakan sinar UV ini adalah karena pada panjang gelombang 254 karena adanya daya interaksi antar sinar UV dengan indikator fluoresensi pada lempeng, yang mana kemudian akan tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Diangkat plat dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC agar air yang mungkin masih terdapat pada plat hilang. Ditentukan harga Rf dari masing-masing noda dan dibandingkan nilai Rf pada tabel. Hasil perhitungan yang sebelumnya diketahui jarak pelarut 6,5 cm diperoleh pada plat KLT dan dicari jarak komponennya. Pada perhitungan Rf larutan sampel
Hasil yang didapat dari pelarut metanol yaitu terdapat satu noda dengan jarak noda yakni 1,7 cm, sehingga nilai Rf nya 1,7/6,5 = 0,26, sedangkan menurut (Heriyanto & Leenawati) nilai Rf ksantofil adalah sebesar 0,20-0,26, yang berarti sampel kemungkinan besar positif mengandung ksantofil. Hasil yang didapat dari pelarut etil asetat yaitu terdapat satu noda dengan jarak noda yakni 4,1 cm, sehingga nilai Rf nya 4,1/6,5 = 0,63, sedangkan menurut (Heriyanto & Leenawati) nilai Rf klorofil a adalah sebesar 0,57-0,64, yang berarti sampel kemungkinan besar positif mengandung klorofil a. Hasil pada pelarut diklorometana terdapat satu noda dengan jarak noda yakni 3,7 cm, sehingga nilai Rf nya 3,7/6,5 = 0,56, sedangkan menurut (Heriyanto & Leenawati) nilai Rf klorofil b adalah sebesar 0,54-0,56, yang berarti sampel kemungkinan besar positif mengandung klorofil b, sedangkan pada pelarut n-heksan tidak ada noda yang naik, karena kemungkinan praktikan kurang tebal dalam menotolkan sampelnya plat KLT.



VI.   KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari perobaan ini adalah :
1.      Hasil yang didapat adalah pada pada λ 254  pelarut metanol terdapat 1 noda dengan jarak noda 1,7 cm, pelarut etil asetat terdapat 1 noda dengan jarak 4,1 cm, pelarut diklorometana terdapat 1 noda dengan jarak 3,7 cm dan pada pelarut n-heksan tidak ada noda yang naik.
2.      Nilai Rf dengan pelarut metanol yaitu 0,26 yang mana mendekati nilai ksantofil. Nilai Rf pelarut etil asetat memiliki nilai Rf 0,63 yang berarti sampel mengandung klorofil a. Nilai Rf dari pelarut diklorometana yaitu 0,56 yang berarti mengandung pigmen klorofil b, sedangkan pada pelarut n-heksan noda tidak naik, karena mungkin praktikan kurang tebal dalam menotolkannya.

DAFTAR PUSTAKA


Anwar, chairil, dkk. 1996. Pengantar praktikum kimia organik. Erlangga. Yogyakarta.
Day & Underwood. 1997. Analisa kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta
Heriyanto & L. Limantara. 2006. Komposisi Dan Kandungan Pigmen Utama Tumbuhan Taliputri Cuscuta australis R.Br. dan Cassytha filiformis L. Makara, Sains, Vol. 10, No. 2 : 69-75.
Sudjadi. 1988. Metode pemisahan. Kanisius. Yogyakarta
















Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS"

Post a Comment