IODOMETRI DAN IODIMETRI

ANALISIS KUANTITATIF IODOMETRI DAN IODIMETRI

I.              TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar tembaga dalam kristal CuSO4.5H2O secara iodometri dan iodimetri.
II.           DASAR TEORI
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya, pada reduktor, atom yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 1990).
Iodin merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah dari pada kalium permanganat, senyawa serium (IV) dan kalium dikromat. Di lain pihak, ion iodida merupakan zat pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat dari pada ion Fe (II). Dalam proses analisis, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi (iodimetri), dan ion iodida dipergunakan sebagai sebuah agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk titrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Kelebihan dari ion iodida ditambahkan kedalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan, membebaskan iodin, yang kemudian ditirasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodin dengan tiosulfat berlangsung sempurna (Day & Underwood, 1999).
Iodimetri merupakan suatu metode titrasi iodometri secara langsung yang mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Salah satu sifat dari iodium adalah harga potensial standar (Eo) iodium berada pada daerah pertengahan yaitu iodium dapat digunakan sebagai oksidator maupun redukor. Walaupun pada dasarnya iodium akan lebih gampang mengoksidasi dari pada mereduksi (Idrus, dkk, 2013).
2 adalah okidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutanya cukup baik dengan air dalam pembentukkan triodida (KI3). Oleh karena I2(s)  +  2 e-             2 I-, Eo= 6,21 V adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Dapat distandarisasi dengan As2O3, berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara mengakibatkan banyaknya kesalahan analsis. Cara lain adalah standarisasi denagn Na2S2O3.5 H2O larutan thiosulfat distanadarisasi terlebih dahulu dengan K2Cr2O7, reaksinya :
Cr2O72-  +  14 H+  +  6 I-               3 I2  +  2 Cr3+  +  7 H2O
(Svehla, 1990).
Iod merupakan zat pengoksidasi yang jauh lebih lemah dari pada kalium permanganat, senyawa serium (IV), dan kalium dikromat.  Ion iodida merupakan zat pereduksi yang cukup kuat dari pada ion lain, misalnya ion Fe (II).  Dalam proses analitis iod digunakan sebagai zat pegoksidasi (iodimetri) dan iodida sebagai zat pengoksidasi (iodometri).  Relatif sedikit zat yang bersifat pereduksi cukup baik jika dititrasi langsung dengan iod, tetapi banyak zat yang kuat bereaksi dengan ion iodida.  Ion iod yang ditambahkan pada zat pengoksida yang ditetapkan, dibebaskan iod yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat.  Reaksi antar iod thiosulfat berlagsung baik secara lengkap (Day & Underwood, 1999).
Prinsip metode Iodometri adalah terjadinya perubahan warna setelah sampel dititrasi. Analisis ini sangat sulit dilakukan secara langsung untuk sampel yang berwarna seperti bumbu dapur. Tetapi untuk lebih mengetahui hasil yang sudah didapat kiranya perlu juga dilakukan pengujian menggunakan metode iodometri selain menggunakan metode lain yaitu metode X-ray Fluorescence (XRF). Metode X-ray Flurescence adalah metode yang lebih tepat dibandingkan metode iodometri untuk menganalisis iodat dalam matrik bumbu dapur, Metode iodometri hanya dapat mengukur iodium dalam bentuk iodat saja. Sehingga iodium dalam bentuk senyawa lain belum tentu bisa diukur oleh metode ini (Saksono, 2002).

III.        ALAT DAN BAHAN
A.  Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, beker glass, buret, erlenmeyer, hotplate, kaca arloji, labu ukur, neraca analitik, pipet tetes, pipet volum, propipet, dan statif.
B.  Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, amilum 1%, H2SO4 2N, KIO3, KI 10%, Na2S2O3, CuSO4 dan larutan KCNS 10%.
IV.        PROSEDUR PERCOBAAN
A.  Pembuatan Larutan Baku KIO3
1.    Sebanyak 0,35 gr KIO3 ditimbang.
2.    Melarutkan dalam aquades dan dimasukkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL kemudian diencerkan sampai tanda batas.
B.  Pembakuan Larutan Na2S2O3dengan Larutan Baku KIO3
1.    Sebanyak 25,0 mL larutan baku KIO3 0,1 N dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
2.    Menambahkan 3 mL H2SO4 2 N dan 10 mL larutan KI 10%, kemudian dikocok.
3.    Mentitrasi larutan tersebut dengan larutan baku Na2S2O3sampai larutan berwarna kuning muda.
4.    Menambahkan akuades sampai 40 mL dan 3 mL larutan amilum 1%.
5.    Melanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang. Dilakukan duplo.


C.  Penentuan Kadar Cu dengan Larutan Baku Na2S2O3
1.    Sebanyak 0,5 gram garam Cu ditimbang dengan teliti.
2.    Melarutkan dalam aquades dan memasukkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL kemudian diencerkan sampai tanda batas, dan dikocok secara sempurna.
3.    Memipet 10 mL larutan sampel, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
4.    Menambahkan 2 mL KI 10%, kemudian dikocok
5.    Mentitrasi I2 yang dihasilkan dengan larutan baku Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning muda.
6.    Menambahkan 2 mL larutan amilum 1% dan dilanjutkan titrasi sampai warna biru hampir hilang
7.    Menambahkan 2 mL larutan KCNS 10%, warna biru akan timbul lagi, cepat-cepat dilanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang

V.           HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil dan Pengamatan
No.
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
1.

Pembuatan larutan baku KIO3 0,1 N
-     Ditimbang 0,35 gr KIO3
-     Dilarutkan dengan aquades secukupnya dalam gelas beker
-     Ditambahkan akuades dalam 100   mL labu ukur, mengencerkan.



2.





Pembakuan larutan Na2S2O3 dengan larutan baku KIO3
-     Diambil 25 mL  KIO3, ditambahkan 3 mL H2SO4 2N
-     Ditambahkan 10 mL KI 10%, dikocok
-     Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning muda
-     Ditambahkan 3 tetes amilum 1%, dititrasi sampai warna biru tepat hilang
-     Dilakukan duplo



Larutan merah coklat

V1 = 10,6 mL
V2 = 11,1 mL

Biru
V1 = 10,6  mL+ 1,5 mL = 12,1
V2 = 11,1 mL + 1,3 mL = 12,4
Vrata-rata = 12,25 mL
3.
Penentuan Kadar Cu dengan Na2S2O3
-     Ditimbang 0,5 gr CuSO4
-     Dilarutkan dalam akuades dan diencerkan
-     Diambil 10 mL larutan sampel, ditambah 2 mL KI 10% dan dikocok
-     Dititrasi sampai warna kuning muda
-     Ditambahkan 2 mL amilum 1% dan dititrasi
-     Ditambahkan 2 mL KCNS 10% dan dititrasi


Biru muda


Kuning kecoklatan


Biru menjadi putih susu

V1 = 2,5 mL
V2 = 2,3 mL
Vrata-rata = 2,4 mL




2. Perhitungan
a.    Pembuatan Larutan Baku KIO3 0,1N
Diketahui :
Massa KIO3              = 0,35 gr
e KIO3                              = 6
BM KIO3                  = 214,0064 gr/mol
V pengenceran          =100 mL = 0,1 L
Ditanya :
N KIO3            = ...........?  
M KIO3            =
                      =   
                      =
                      = 0,0163 M
N KIO3            = M KIO3 . e KIO3
                             = 0,0163 M . 6
                      = 0,0978 N
b.   Pembakuan larutan Na2S2O3dengan KIO3
Diketahui  :                         
V KIO3     = 25 mL
N KIO3    = 0,0978 N
Na2S2O3   = 12,25 mL
Ditanya :
N Na2S2O3 = ….?             
Jawab       :
Reaksi      :
IO3-  +  5I-  +  6H+                    3I2  +  3H2O
2S2O32-  +  I2                  S4O6-  +  2I-
       (N x V) Na2S2O3=   (N x V) KIO3
       N  Na2S2O3  =  
                             =
                             =  0,1995 N
c.    Penentuan kadar Cu dengan Na2S2O3
Diketahui  :
N Na2S2O                                                      =                       0,2 N
V Na2S2O3                                              =    2,4 mL
       Massa sampel                              =   0,5 gram
       BA Cu                                         =    63,55 gram/mol
                     V pengenceran                            =    100 mL  =  0,1 L
       V yang diambil                           =    10 mL
Ditanya    :  Kadar Cu                 =    …?
Jawab       :
Mgrek S2O42-      = 2 mgrek I2
(V.N) S2O42- = 2 (mol I2 . e- I2)
Mol I2                =
= 0,0001197 mol
Reaksi :
2Cu 2+ + 4I2                    2 CuI + I2
Mol Cu2+           = 2 mol I2
                          = 2 (0,0001197 mol)
                          = 0,0002394 mol . 63,55 g/mol
                          = 0,0152 gram
% Cu                 =
                          = 3,04 %
B.   Pembahasan
Percobaan titrasi iodometri dan iodimetri ini bertujuan untuk mempelajari tentang penentuan kadar tembaga Cu2+ dalam sampel garam CuSO4.5H2O. Langkah awal pada percobaan ini yaitu membuat larutan baku KIO3 0,1 N dengan menimbang KIO3 sebanyak 0,35 gram. Kristal tersebut dilarutkan dalam aquades sebanyak 100 mL. Larutan yang diperoleh bening. Karena massa KIO3 yang dilarutkan hanya 0,35 gram maka konsentrasi yang diperoleh adalah 0,098 N.
Dilakukan pembakuan larutan Na2S2O3dengan larutan baku KIO3 dengan menetapkan kadar Cu dalam kristal CuSO4.5H2O dengan cara iodometri atau titrasi tidak langsung. Adapun pada titrasi tidak langsung ini diperlukan larutan H2SO4 2 N, larutan baku primer KIO3 dan larutan baku sekunder yaitu Na2S2O3. Pertama-tama 25,0 mL larutan baku KIO3 0,1 N dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 3 mL H2SO42 N dan 10 mL larutan KI 10%, kemudian dikocok, dan setelah ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi merah kecoklatan. Warna merah kehitaman menunjukkan bahwa larutan iod berada dalam larutan air iodida. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.  Reaksinya adalah sebagai berikut :               
IO3-  +  5I-  +  6H+                 3I2  +  3H2O
Setelah senyawa larut, dilakukan titrasi dengan larutan baku Na2S2O3sampai larutan berwarna kuning muda. Berubahnya warna larutan yang semula merah kehitaman menjadi kuning muda menunjukkan bahwa sudah banyak iod yang bereaksi dengan tiosulfat membentuk ion tetrationat, sehingga dalam larutan tersebut hanya tersisa sebagian saja dari iod tersebut. Reaksinya :
I2  +  2S2O32-                    2I-  +  S4O6-
Penambahan amilum pada awal titrasi akan menyebabkan amilum membentuk kompleks yang sangat kuat dengan iodin. Karena itu larutan amilum baru ditambahkan saat akhir titrasi dan juga agar dengan adanya perubahan warna menjadi warna biru kehitaman dapat lebih memperjelas terjadinya titik akhir titrasi. Ditambahkan akuades sampai 40 mL dan 3 mL larutan amilum 1%. Dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Dilakukan duplo. Diperoleh volume total titrasi sebanayak 12,25 mL. Berdasarkan perhitungan didapatkan  besarnya normalitas Na2S2O3 sebesar  0,1995 N.
Untuk penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 dilakukan prosedur kerja sebagai berikut 0,5 gram garam Cu ditimbang  dan dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 100 mL, diencerkan sampai tanda batas, dan dikocok secara sempurna. Diambil dengan pipet sebanyak 10 mL larutan sampel, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 2 mL KI 10%, kemudian dikocok lalu dilakukan titrasi I2 yang dihasilkan dengan larutan baku Na2S2O3 sampai larutan berwarna kuning muda. Memudarnya warna dari larutan tersebut menjadi warna kuning diakibatkan oleh telah bereaksinya sebagian iod dengan tiosulfat. Setelah itu ditambahkan 2 mL larutan amilum 1%. Penambahan amilum bertujuan untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi, bertemunya I2 dengan amilum ini akan menyebabkan larutan berwarna biru kehitaman. Dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru hampir hilang. Kemudian tambahkan 2 mL larutan KCNS 10%, warna biru akan timbul lagi, cepat-cepat dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga menjadi warna putih susu.  Diharapkan setelah penambahan larutan ini, ion thiosianat akan mengikat Cu dan membebaskan iodium atau iodin. Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh volume titrasi sebanyak 2,4 mL dan untuk hasil perhitungan diperoleh massa Cu2+ sebesar 0,0152  gram, sedangkan untuk kadar Cu2+ diperoleh sebesar  3,04 %.

VI.        KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1.    Diperoleh volume total titrasi sebanayak 12,25 mL untuk pembakuan larutan Na2S2O3dengan larutan baku KIO3. Berdasarkan perhitungan didapatkan  besarnya normalitas Na2S2O3sebesar  0,1995 N.
2.    Untuk hasil penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 yang dilakukan diperoleh volume titrasi sebanyak 2,4 mL dan untuk hasil perhitungan diperoleh massa Cu2+ sebesar 0,0152  gram, sedangkan untuk kadar Cu2+diperoleh sebesar  3,04 %.






DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. & Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Idrus, R., B. P. Lapanporo & Y. S. Putra.2013. Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa. Prisma Fisika, Vol. I, No. 1.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta

Saksono, N. 2002. Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-Ray Fluorescence. Makara Teknologi, Vol. 6, No. 3.

Svehla, G. 1990.  Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.  PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "IODOMETRI DAN IODIMETRI"

Post a Comment